Copas dari blog Agus. A S "Essence " http://perluasancinta.blogspot.com/search/label/Titik/Ba
Dari buku:
Titik Ba
Karangan: Ahmad Thoha Faz
Halaman 416 - 418
-----------------------------------------
Karangan: Ahmad Thoha Faz
Halaman 416 - 418
-----------------------------------------
“Misalkan air
laut dijadikan tinta, dan daun-daun diseluruh jagat ini dijadikan kertasnya,
masih belum cukup untuk menuliskan ilmu Allah, Ki Sanak,” ujar Sunan Bonang.
“Tidak
sebanyak itu yang saya mau tuntut. Saya cuma perlu satu titik. Di titik Ba itu,
Kanjeng,” balas Raden Mas Syahid yang kelak bergelar Sunan Kalijaga.
(Dari film: Sunan Kalijaga 1984)
Ditulis pada sampul depan dari buku ini
(Dari film: Sunan Kalijaga 1984)
Ditulis pada sampul depan dari buku ini
“Aku adalah
titik di bawah huruf ba pada basmalah”
– Ali bin Abu Thalib (Halaman 415)
– Ali bin Abu Thalib (Halaman 415)
Tanda titik
berjumlah satu, antara lain, diberikan pada dua huruf: ba dan nun. Bentuk kedua
huruf tersebut sama persis, kecuali mengenai letak titik. Bila titik disimpan
diatas, maka disebut nun. Bila disimpan dibawah, maka disebut ba.
Konon,
menurut riwayat, sebelum diri dan dunia diciptakan, lebih dahulu Allah
menciptakan kalam (QS.68:1-6). Kalam tersebut diperintahkan oleh-Nya untuk
mencatat semua khazanah-Nya. Titik nun melambangkan khazanah yang tersembunyi
itu (kuntu kanzan makhfiyyan).
Titik nun
lalu diturunkan sehingga ia tidak lagi dilingkupi oleh sebuah wadah. Ketika itu
nun berubah menjadi ba, dengan tujuan agar khazanah-Nya dapat dikenal (wa
ahbabtu an u’rafu). Setelah itu, Allah menciptakan makhluk (fa khalaqtu
al-khalq), sehingga Dia dapat dikenali secara aktual-sebab sudah terdapat pihak
lain yang siap sedia secara kodrati mengenalnya.
Ketiga proses
diatas dirangkum dalam hadis qudsi sebagai berikut,
“Kuntu kanzan makhfiyyan wa ahbabtu an u’rafu fa khalaqtu al-khalq li ya’rifuni”
(Aku ialah khazanah yang tersembunyi, dan Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk untuk mengenal-Ku).
Semua itu, menandakan bahwa Allah berkenan bahkan senang apabila tindakan, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya dikenal dan dikenang oleh manusia. Jadi, titik ba pada pangkal basmalah merupakan pintu gerbang dan sekaligus gudang yang menyimpan segala khazanah-Nya.
“Kuntu kanzan makhfiyyan wa ahbabtu an u’rafu fa khalaqtu al-khalq li ya’rifuni”
(Aku ialah khazanah yang tersembunyi, dan Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk untuk mengenal-Ku).
Semua itu, menandakan bahwa Allah berkenan bahkan senang apabila tindakan, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya dikenal dan dikenang oleh manusia. Jadi, titik ba pada pangkal basmalah merupakan pintu gerbang dan sekaligus gudang yang menyimpan segala khazanah-Nya.
Dala ilmu
tafsir disebutkan bahwa Al-Quran mengandung lima tema, yaitu:
1) tauhid,
2) janji dan ancaman,
3) ibadah,
4) jalan menuju kebahagiaan, dan
5) kisah-kisah umat terdahulu.
Kelima tema
itu diringkas dalam surah yang pertama: Al-Fatihah. Maka, para ahi tafsir
mengatakan Al-Fatihah adalah ringkasan Al-Quran yang terdiri dari 30 juz, 114 surat,
6.236 ayat. Atau disebut al-wafiyah yang berarti “yang mencakup”.
Selanjutnya,
sebagian ahli tafsir menjelaskan tema-tema Surah Al-Fatihah diringkas lagi
kedalam ayat yang pertama: basmalah. Dan basmalah diringkas kedalam huruf yang
pertama: ba. Sejalan dengan itu, huruf ba mempunyai kepanjangan bi kana ma
kana, wa bi yakunu ma yakunu, fa wujud al-awalimi bi yang artinya: “Dengan Aku
ada apa saja yang telah ada, dan dengan Aku sedang/akan ada apa saja yang
sedang/akan ada, maka keberadaan semua alam ada dengan-Ku.” (Mungkin karena
merasa kurang tuntas, sebagian ahli tafsir meneruskan lagi bahwa huruf ba
pangkal basmalah itu dapat diringkas kedalam titik dibawah huruf ba atau “titik
ba”).
Selain
merupakan pankal dari pangkal Al-Quran, huruf ba adalah huruf yang paling awal
diucapkan oleh manusia keturunan Adam. Ketika manusia diperintahkan bersaksi
oleh Allah, “Bukankah Aku adalah Tuhan kalian ?” Maka mereka menjawab serempak,
“Bala” (Ya kami bersaksi) (QS.7:171).
Nb: Catatan saya
yang ringkas ini tentu saja serasa sangat kurang.
Untuk selengkapnya dapat dibaca diperpustakaan atau membelinya ditoko buku :)
Untuk selengkapnya dapat dibaca diperpustakaan atau membelinya ditoko buku :)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Manusia,”
kata Jalaluddin Rumi. “melewati tiga jenjang. Pada jenjang pertama, ia
menyembah apa saja:
- manusia, perempuan, uang, anak-anak, bumi, tanah dan batu. Kemudian, ketika sedikit lebih maju, ia menyembah Tuhan. Pada akhirnya, ia tidak berkata, “Aku menyembah Tuhan”, maupun, “Aku tidak menyembah Tuhan”. Ia telah melewati tahapan ketiga.”
- manusia, perempuan, uang, anak-anak, bumi, tanah dan batu. Kemudian, ketika sedikit lebih maju, ia menyembah Tuhan. Pada akhirnya, ia tidak berkata, “Aku menyembah Tuhan”, maupun, “Aku tidak menyembah Tuhan”. Ia telah melewati tahapan ketiga.”
(Dari
kumpulan ucapan dan ajaran Jalaluddin Rumi yang berjudul Fihi Ma Fihi
(Didalamnya adalah apa yang ada didalamnya), yang digunakan sebagai buku-buku
rujukan para Sufi)
Untuk
mendekati jalan sufi, sang salik harus menyadari bahwa dirinya, sebagian besar
merupakan serangkaian dari apa yang saat ini disebut pengkondisian – gagasan-gagasan
kaku dan prasangka. Kadang-kadang respon otomatis yang telah terjadi melalui
pelatihan orang lain. Manusia tidaklah sebebas yang diduga. Tahapan pertama
bagi seseorang adalah untuk melepaskan diri dari pemikiran bahwa dirinya
mengerti dan benar-benar mengerti. Tetapi manusia telah diajari bahwa dirinya
bisa memahami melalui proses yang sama, yaitu proses logika. Ajaran ini telah
melemahkannya.
“Jika engkau
mengikuti cara-cara yang telah diajarkan kepadamu, yang mungkin telah engkau
warisi, karena hanya ada alasan lain selain ini, maka engkau tidak logis”
* Catatan
yang juga hanya sedikit ini saya ambil dari buku Mahkota Sufi halaman 158 –
Idris Shah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar