Senin, 26 November 2012

Kematian - Surga dan Kesadaran Sejati

Tulisan ini saya copas dari kiriman sdr Agus As , selamat membaca semoga bisa menambah ilmu pengetahuan serta menjadi diri semakin sadar akan perjalanan hidup kita yang sesungguhnya.

Kebangkitan Sri Yukteswar
-------------------------------
Sri Krishna!” Saat itu saya berada dalam kamar hotel Regent di Bombay, dan tiba-tiba muncul Wujud Sri Krishna (yang dimaksudkan adalah Batara Krishna dalam pewayangan Jawa yang sebenarnya adalah seorang avatar dan tokoh historis, ia lahir di India kurang lebih 3000 tahun sebelum Masehi---a.k).

Beliau melambaikan tangannya, mengangguk-angguk dan memberikan senyumannya yang khas. Kendati saya tidak dapat memahami maksud penampakkan tersebut, jiwa saya terasa terangkat. Suatu pengalaman spiritual yang indah sekali! Karena penundaan jadwal pemberangkatan, saya masih berada di Bombay. Seminggu setelah penampakan Sri Krishna, pada tanggal 19 Juni 1936, dalam alam meditasi saya melihat cahaya yang indah, mulia! Begitu menyilaukannya cahaya tersebut, sehingga saya mengakhiri meditasi dan membuka mata. Ternyata memang seluruh ruangan bermandikan cahaya. Sepertinya, suatu alam yang berbeda---alam cahaya murni. Dan dalam cahaya itu, saya melihat Wujud Sri Yukteswar, berdarah daging---wujud jasmani beliau! (dalam cerita ini, Sri Yukteswar—guru dari Paramhansa Yogananda telah meninggal.---a.g)

“Nak,” begitu mendengar suaranya, saya bergegas untuk mendekati dan merangkul beliau---sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelum itu. Biasanya, saya akan selalu bersungkem.

“Master, kenapa saya dibiarkan pergi ke Kumbha Mela, kenapa saya tidak dilarang? Saya belum bisa memaafkan diri saya untuk kesalahan itu.“ Saya langusung mengeluh.

“Aku tidak ingin menganggu rencanamu. Bagaimanapun juga, toh sekarang aku bersamamu lagi.”
Saya masih ragu-ragu, “Apakah ini betul-betul wujud fisik Guru? Wujud fisik yang pernah saya perabukan?”
“Ya, Nak. Wujud fisik yang sama—berdarah daging. Walaupun bagiku wujud ini adalah wujud etheric, tetapi kamu tidak akan bisa melihat perbedaannya. Aku mengumpulkan atom-atom kosmis dari alam dan menyusunnya sedemikian rupa, sehingga terwujudlah badan etheric ini---wujud etheric yang persis sama seperti wujud fisik yang telah kamu perabukan. Kebangkitanku ini sebetulnya terjadi dalam alam
astral. Dan dalam astral yang sama pula, pada suatu ketika kamu dan teman-temanmu akan bergabung denganku.”
Saya masih ingin memperoleh penjelasan yang lebih rinci, dan beliau melanjutkan:
“Sebagaimana para nabi diutus ke dunia untuk membimbing umat manusia, begitu pula aku di utus kea lam astral sebagai pemandu. Dalam alam itu pun hukum karma masih berlaku. Aku ditugaskan untuk membantu mereka yang berada dalam alam tersebut.
Para nabi dan avatar adalah manusia-manusia yang mati dalam keadaan sadar. Dalam masa kehidupan mereka terakhir di dunia, mereka telah mencapai tingkat kesadaran tertinggi---nirbikalpa Samadhi, keseimbangan diri yang total, tak terganggu.
Kamu telah membaca tentang tiga macam lapisan kepribadian manusia, tiga macam badan:

Pertama, badan fisik, terbuat dari darah, daging dan lain sebagainya. Kedua, badan mental, emosional. Dan ketiga, badan penyebab.
(Istilah-istilah yang digunakan oleh Paramhansa Yogananda dalam bukunya adalah gross physical body untuk badan fisik, subtle astral body, seat of man’s mental and emotional natures untuk badan mental, emosional, dan the idea, or causal body untuk badan penyebab. Referensi yang diberikan oleh Sri Yukteswar bersumber dari Upanishad yang juga disebut Vedanta (intisari ajaran Veda), serta Garuda Purana (salah satu teks klasik tentang fenomena “kematian”). Dalam buku Reinkarnasi: Hidup Tak Pernah Berakhir yang juga diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, saya menerjemahkannya sebagai berikut: Pertama, badan fisik, kedua, badan etheric dan ketiga, badan astral. Memang ada perbedaan “label” walaupun produknya sama. Konsep dasarnya sama, karena sumbernya memang sama dan pengalaman setiap orang sama hanya berbeda “sebutan”.---a.k.)


“Selama masih berada dalam dunia ini, badan manusia dilengkapi dengan panca indera. Dalam alam astral ia tidak lagi memiliki panca indera, tetapi masih bisa berpikir, dan merasakan. Badan dia terbuat dari “prana”---energi.(Paramhansa sendiri agak bingung, lantas menerjemahkan istilah “prana” yang digunakan oleh Sri Yukteswar sebagai “lifetron”. Demikian yang beliau kemukakan dalam catatan kaki. Terjemahan itu tepat sekali. Itu pula sebabnya saya menggunakan istilah etheric body bagi badan yang satu ini.---a.k.)

“Mereka yang berada dalam badan ketiga, badan penyebab senantiasa ‘merasakan’ kebahagiaan sejati. Aku diberi tugas untuk membantu mereka yang berada dalam alam kedua, dan akan memasuki alam ketiga.”
Saya masih ingin tahu lebih banyak. Dan beliau pun menjelaskan:
“Alam astral juga memiliki planet-planet, lengkap dengan penghuninya. Wahana transportasi antar planet yang digunakan adalah massa cahaya dengan kecepatan lebih tinggi dari listrik dan energi-energi radioaktif. Alam tersebut ratusan kali lebih luas daripada alam materi, yang dihuni oleh manusia. Dan juga memiliki bintang, bulan dan matahari yang takterhitung jumlahnya. Alam ini tidak mengenal pergantian cuaca, sehingga tidak terjadi kontaminasi seperti di bumi. Tidak ada bakteri, serangga, ular dan lain sebagainya.

(Sri Yukteswar ingin menjelaskan bahwa dalam alam tersebut, tidak ada “bentuk-bentuk kehidupan yang rendah”. Jelas karena “manusia” saja, yang kita anggap sebagai “bentuk kehidupan tertinggi” dalam alam kita, tidak bisa memasuki alam tersebut, sebelum meninggalkan badan kasatnya. Kendati demikian, Sri Yukteswar menjelaskan adanya tingkatan-tingkatan dalam alam astral yang saya sebut “etheric”. Berada pada tingkatan-tingkatan tersebut, mereka yang mati “tanpa kesadaran” masih bingung dan masih terikat dengan badan kasat yang sudah tertinggal di bumi. Mereka ini yang biasanya dihubungi dan digunakan oleh para dukun. Ada yang menyebutnya “roh-roh yang masih gentayangan”, yang belum rela mati, dan masih terobsesi dengan dunia benda, sehingga dapat dihubungi dengan mudah sekali. Deskripsi selanjutnya yang diberikan oleh Sri Yukteswar sangat metaforis. Pendek kata, alam tersebut terbuat dari “cahaya murni”.---a.k.)

“Para penghuni alam astral hanya menggunakan ‘niat’ untuk mengubah atau memperbaiki sesuatu, termasuk suatu keadaan. Mereka bisa berubah wujud dan bisa saling berkomunikasi. Tidak setiap orang yang ‘mati’ di bumi dapat memasuki alam ini. Hanya mereka yang sudah mencapai tingkat kesadaran spiritual tertentu yang dapat memasukinya. Badan astral juga memiliki ‘otak’ yang terbuat dari ‘cahaya’. Selain itu, masih ada 6 pusat energi lainnya.

(Pusat energi ini biasanya disebut “chakra”. Banyak sekali penulis mengaitkan chakra-chakra dengan badan kasat, padahal kaitannya jelas-jelas dengan badan “etheric”. Latihan-latihan yoga yang sebagaimana saya berikan dalam buku Kundalini Yoga Dalam Hidup Sehari-hari yang juga diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran semasa kita masih berada dalam badan kasat. Dengan demikian, kita bisa mempercepat evolusi jiwa, sehingga tidak perlu berada lama dalam “etheric body”. Setelah meninggalkan “etheric body” kita harus bisa memasuki alam astral, yang oleh Paramhansa Yogananda disebut alam “causal”.---a.k.)

“Dalam alam ini pula, kita bisa bertemu kembali dengan kawan dan kerabat dari masa-masa kehidupan sebelumnya, di bumi. Begitu banyak yang kita temui, sehingga tidak bisa terikat dengan kawan-kerabat dari satu masa kehidupan. Sekian banyak ayah, dan sekian banyak ibu, dan sekian banyak anak dari sekian banyak masa kehidupan. Dengan sendirinya, kesadaran kasih akan muncul. Keterikatan dan rasa kepemilikan akan terlampaui!
Karena senantiasa dalam keadaan tenang, damai dan bahagia, mereka jarang tidur. Mereka juga tidak perlu bernapas seperti manusia di bumi. Cahaya adalah sumber energi yang menghidupi mereka.

Ada yang bisa tinggal lama dalam alam ini, ada yang singgah sebentar saja. Ada yang langsung lahir kembali. Semuanya itu ditentukan oleh ‘karma’ seseorang semasa hidupnya di dunia.”

Menjawab pertanyaan saya tentang reinkarnasi dan kaitannya dengan alam-alam yang di ceritakan, beliau menjawab, “Pada dasarnya jiwa atau roh individu bersifat causal (“astral” dalam bahasa saya---a.k.) dan terdiri dari 35 elemen. Diantaranya, 19 elemen di gunakan untuk menciptakan astral body (“etheric” dalam bahasa saya---a.k.) dan 16 elemen untuk badan fisik, badan kasat.

Berarti dengan ‘matinya’ badan fisik, badan astral tidak akan langsung mati. Masih ada 19 elemen yang tersisa.

(Uraian Sri Yukteswar memang panjang lebar, dan luar biasa, namun pada saat yang sama bisa membuat kita begitu tertarik dengan alam etheric yang beliau sebut astral sehingga kita akan lupa melewatinya. Kita akan berjalan di tempat. Banyak sekali para suci yang masih terperangkap dalam alam ether. Inilah yang biasanya disebut sorga. Kita bisa lupa tujuan, bisa kelamaan berada dalam alam ini. Apa artinya 2—3,000 tahun? Anda bisa berada dalam alam ini selama puluhan ribu tahun. Itu sebabnya, banyak orang yang menganggap sorga sebagai tujuan akhir. Padahal tidak demikian. Masih banyak lapisan-lapisan keberadaan yang lain! Sri Yukteswar justru diberi tugas untuk menyadarkan mereka yang sudah kelamaan berada dalam alam astral, yang saya sebut etheric. Mereka harus disadarkan bahwa perjalanan mereka masih panjang. ---a.k.)

“Setelah meninggalkan alam astral, seseorang baru bisa memasuki alam causal. Dalam alam ini, roh individu menyadari betapa tidak berartinya kenikmatan-kenikmatan fisik dan astral. Ia mulai merasakan ‘kebahagiaan sejati’ yang bersumber dari dalam dirinya sendiri.(Saya harus merujuk pada sumber-sumber asli dalam bahasa Sansekerta yang juga menjadi rujukan Sri Yukteswar dan Paramhansa Yogananda. Berada pada alam causal atau apa yang saya sebut alam astral, roh masih mempertahankan individualitasnya---sangat halus, sangat lembut, tetapi masih tetap memiliki ciri-ciri khas yang membuat satu roh berbeda dari yang lain. Pengalaman utama roh dalam alam ini adalah “pengalaman ananda”. Paramhansa Yogananda menerjemahkan sebagai “bliss”. Betul sekali, jadi bukan sekedar “happiness” yang selalu mengalami pasang surut, tetapi “bliss” yang langgeng, kekal dan abadi.
Badan fisik kita biasanya hanya mengejar “kenikmatan” atau “pleasure”, padahal yang sedang dicari oleh roh adalah “happiness” atau “kebahagiaan”---bahkan “bliss” atau “kebahagiaan kekal abadi, langgeng dan tidak pernah mengalami pasang surut”.

Berdasarkan perkembangan jiwa dan kesadaran orang, ada yang bicara tentang “kenikmatan”, ada yang bicara tentang “kebahagiaan”, ada pula yang bicara tentang “kebahagiaan kekal abadi”. Berada dalam badan fisik, apabila kita sudah mulai mengenal “ananda” atau kebahagiaan yang kekal abadi---dan tidak tergoda oleh kenikmatan dan kebahagiaan sesaat---maka setelah meninggalkan badan fisik, setelah mati, kita tidak perlu berlama-lama lagi di alam-alam etheric, astral dan lain sebagainya.

Merasakan kebahagiaan yang kekal abadi dan bersumber dari “diri sendiri”, tidak bersandar pada objek-objek di luar diri, masih merupakan salah satu “terminal” dalam perjalanan roh. Terminal itu pun harus dilewati!---a.k.)

“ Kita bisa berada dalam alam causal selama beribu-ribu tahun, namun alam causal atau astral itu pun harus dilewati. Setelah terbebaskan dari alam-alam tersebut, kita menyatu dengan Keberadaan, dengan Semesta.”.
(Diterjemahkan oleh Paramhansa Yogananda sebagai “Ever-Existent”. Saya menerjemahkannya sebagai “Keberadaan”. Itu pula sebabnya, selama ini dalam buku-buku lain pun, saya selalu menggunakan istilah Keberadaan. “Allah” yang menurut sumber-sumber kuno berarti “All That Is” juga memiliki arti yang sama yang dalam bahasa Sansekerta disebut “Tat Sat”.---a.k.)

“Persatuan dengan Keberadaan sekalipun masih menyisihkan sedikit “individualitas”---inilah yang disebut “Kesadaran Kristus”. Seorang Yesus telah mencapai kesadaran tersebut.(Paramhansa sengaja menggunakan istilah-istilah Kristiani, karena sedang berhadapan dengan masyarakat yang mayoritasnya beragama Kristen. Saya menyebutnya “Kesadaran Murni”---a.k.)

“Apabila seorang master sudah mencapai Kesadaran Murni, ia bisa memilih lahir kembali di dunia, untuk membimbing, menuntun umat manusia.(Para utusan, para avatar, para mesias dan para Buddha adalah master-master yang telah mencapai tingkat kesadaran tersebut. Mereka sadar betul akan tugas mereka.---a.k.)

“Ia juga bisa memilih berada di alam astral dan menuntun roh-roh yang ada dalam alam tersebut. Kendati demikian, yang paling penting adalah penyelesaian karma---penyelesaian keinginan-keinginan dan obsesi-obsesi duniawi. Setelah semuanya itu terselesaikan, kita baru bisa memasuki alam-alam yang lain. Selama keterikatan dengan dunia benda belum terlampaui, tidak akan terjadi peningkatan kesadaran dalam diri manusia. Ia akan mati dan lahir kembali di dunia yang sama ini, berulang kali---ratusan, ribuan kali.”
Selama itu, saya baru membaca tentang alam-alam kesadaran tersebut dari teks-teks kuno. Sekarang saya mendengarkan penjelasan dari seseorang yang tengah mengalaminya!

Sri Yukteswar meneruskan, “Dalam hidup sehari-hari, seorang manusia sebenarnya sudah mengalami ketiga alam tersebut. Apabila ia sedang berinteraksi dengan benda-benada duniawi, sesungguhnya ia berada dalam alam fisik. Saat ia sedang berpikir tentang sesuatu atau membayangkan sesuatu, ia berada dalam alam astral. Dan saat berada dalam alam meditasi, sebenarnya ia tengah mengalami alam causal.

Dalam keadaan jaga selama kurang lebih 16 jam setiap hari, seorang manusia lebih banyak berada pada alam fisik. Dalam keadaan tidur, apabila ia sedang mimpi, ia berada dalam alam astral; dan dalam keadaan tidur pulas tanpa mimpi, ia berada dalam alam causal. Itu sebabnya seorang yang bermimpi, sebenarnya belum berkontak dengan alam causal dan setelah bangun tidur tidak sesegar orang yang tidur pulas, tanpa mimpi.
(Para dukun, ahli nujum dan lain-lain yang sangat memperhatikan mimpi sesungguhnya masih belum punya pengalaman tentang alam-alam kesadaran yang lebih tinggi.---a.k.)

“Setelah mengetahui kebenaran tentang ‘kematian’ dan ‘kelahiran’ hendaknya seseorang tidak terikat pada dunia benda. Sampaikan cerita ini kepada setiap orang, yang masih hidup dalam mimpi, yang masih takut mati. Semasa hidup di bumi, saya sering memarahi dan menguji kamu. Ternyata kamu lulus. Cintamu, kasihmu dan kesungguhanmu untuk memahami Kebenaran telah teruji! Pada suatu ketika nanti, badanmu dan badanku---badan kita yang tampaknya berbeda ini---akan bersatu, menyatu dengan Keberadaan. Setelah itu, tidak akan ada perpisahan lagi.”

Sri Yukteswar masih menjelaskan beberapa hal lain, yang tidak dapat saya jelaskan dalam buku ini. Sebelum berpisah, beliau memberi janji, “Setiap saat, apabila kamu memasuki alam nirbikalpa Samadhi---alam meditative di mana jiwa tidak bergejolak dan tengah mengalami keseimbangan sejati---dan memanggilku, aku akan menampakkan diri, persis seperti pengalamanmu sekarang ini.”

Semoga cerita ini membuat kita semakin sadar akan sifat sementara yang melekat pada dunia benda ini---betapa temporernya kenikmatan yang kita peroleh dari semua ini ♥
-----------------------------

Dari buku: Meniti Kehidupan Bersama Para Yogi, Fakir Dan Mistik
Otobiografi Paramhansa Yogananda
Halaman: 476 -- 489
Dikisahkan kembali oleh: Anand Krishna

* Otobiografi Seorang Yogi bukanlah buku biasa. Buku spiritual yang klasik ini sangat berharga. Sejak pertama diterbitkan pada tahun 1946, sudah jutaan eksemplar yang terjual diseluruh dunia, dan telah diterjemahkan kedalam lebih dari dua puluh bahasa, termasuk Bahasa Indonesia. Bila kita mengikuti pesan-pesan didalamnya, berarti kita memulai sebuah petualangan besar dalam kehidupan.

Paramhansa Yogananda adalah salah seorang Yogi pertama yang meninggalkan India untuk mengajar di Barat. Pada mulanya ia mengunjungi seluruh pelosok Amerika, menyampaikan ceramah di aula-aula terbesar yang selalu dipenuhi oleh para pendengarnya. Setelah kunjungan singkat ketanah kelahirannya, ia mendiami sebuah rumah ditepi pantai dan menulis buku ini. Karya ini membantu meluncurkan, dan senantiasa mengilhami revolusi spiritual di Barat. - Kris Haahs, Ph.D

Tidak ada komentar: