Jumat, 14 September 2012

SYAREAT TAREKAT DAN HAKEKAT
Imam Junaed r.a. berkata: “Barang siapa yang melulu fiqih/sareat saja tanpa tasawuf adalah fasiq, siapa yang melulu tasawuf saja tanpa fiqih adalah zindiq. Siapa yang mengumpulkan keduanya (sareat dan hakekat/fiqih dan tasawuf) adalah benar
”.

Adapun tentang sareat, tarekat dan hakekat ini adalah dimisalkan sebiji kelapa.

Sareat laksana tempurung,
tarekat laksana isinya, dan
hakekat laksana minyak.

TEMPURUNG berfungsi menjaga ISI nya, sedang MINYAK adalah sesuatu yang tersembunyi pada isi.
----------------------------

Menurut syarah Kitab Al-Hikam, Ibnu Ruslan mengemukakan pendapatnya bahwa yang dimaksudkan dengan Ilmu Hakekat itu adalah suatu Ilmu Laduni yang bersifat “nurani”. Ilmu tersebut itulah yang telah diajarkan kepada semua roh-roh (di alam roh) sewaktu Tuhan berbicara kepada roh-roh itu,
“ALASTU BIRABBIKUM?” – Bukankah Aku ini Tuhanmu?
Maka segala rohpun menjawab, “BALAA YA RABBI” – Benar ya Tuhanku.
Itulah pula yang pernah diajarkan lagi kepada Nabi Adam a.s. sebagaimana firman-Nya, ‘WA ‘ALLAMA AADAMAL ASMA’A KULLAHA – Allah telah ajarkan kepada Adam semua nama-nama.

Akan tetapi pengetahuan tersebut tersembunyi karena manusia pada umumnya tercurah perhatiannya kepada keadaan yang gelap yaitu hanya kepada yang lahir semata-mata, lebih mementingkan hawa nafsunya sendiri.

Bilamana semua tutupan kegelapan itu telah hilang sirna kemudian menyatalah hakekat itu dengan terang dan jelas. Inilah juga yang dimaksudkan oleh hadis Rasulullah, “Siapa yang mengamalkan ilmunya, Allah wariskan kepadanya ilmu yang belum pernah diketahuinya/dipelajarinya sebelum itu”.

Ada tuduhan sementara pihak bahwa para Sufi menyembunyikan ilmunya, adalah tidak benar. Mereka menyatakan bahwa para Nabi dan Rasul tidak pernah menyembunyikan apa yang disampaikan oleh Allah s.w.t.

Dengan adanya hadis-hadis Rasulullah yang telah dikemukakan diatas jelas sekali bahwa para Arif Billah bukanlah hendak menyembunyikan ilmunya (ilmu hakekat) namun penyampaian ilmu itu hendaklah dengan hati-hati, sambil melihat tingkat kecerdasan, kegairahannnya, ketekunan mereka dalam beragama.

Imam Hujjatul Islam Imam Ghazali r.a. dalam kitab “Ihya” menegaskan, siapapun yang tidak memperoleh ilmu ini (ilmu batin) maka dikhawatirkan mereka mati dalam kekafiran.

Orang-orang yang tetap kasih kepada dunia dan tetap pula dalam kungkungan hawa nafsunya, tidak akan menemukan rasa “tahkik”/kemantapan ilmu ini, meskipun dalam ilmu-ilmu lain dia berhasil. Setidak-tidaknya dia tidak akan diberikan perasaan kemanisan ilmu.

Orang yang mengingkari ilmu ini, bagaimanapun juga tidak pula akan bisa merasakan keindahan ilmu ini, dan tidak mungkin mereka bisa mendapatkan “mukasyafah” (tebuka hijab/dinding) sebagaimana yang dialami oleh para Shiddiqien dan Ahlul-Muqarrabien.

Mukasyafah adalah suatu gambaran tentang kebersihan hati, sehingga memancar cahaya kebenaran hidup yang diiringi pula dengan “karomah” dan “maqam wilayah” (kewalian). Untuk itulah hendaknya perlu adanya ketekunan, mujahadah (kesungguhan) riyadloh (latihan), muroqobah (intipan) dan musyahadah serta jangan sekali-kali mengingkari atau memusuhi para Ahlul-Karimah, malah sebaliknya perlu mengambil pelajaran dari mereka itu. - Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman:198 - 201

Sayyidi Musthofa Al Bakry r.a. berkata, “Jalan yang ditempuh oleh orang-orang Arif Billah ini, nyata sekali jalan yang diridhoi oleh Allah s.w.t. Jalan mereka yang sebenarnya bukanlah jalan yang dapat diraba oleh panca indera atau dilihat oleh mata, tetapi jalan tersebut hanyalah dengan keyakinan hati dan perasaan – hal mana adalah gaib – sehingga jelasnya, jalan yang mereka tempuh adalah dengan cara ILMU DZAUQI (perasaan) yang tidak mungkin dapat diuraikan dengan kata dan lisan.
- Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman: 114

Kita yakin bahwa Arif-billah (Ahli Tasauf) adalah mereka yang benar-benar sudah banyak mempunyai pengalaman batiniah, sudah merasakan kenikmatan serta kesejukan berenang dan tenggelam dalam lautan Tasawuf, lautan Hidrat Ketuhanan. Mereka laksana ikan di dalam air, mati dan hidupnya di air, muka, belakang, atas dan bawah adalah air. Disanalah kebahagiaan yang hakiki buat mereka.

Syekh Ahmad Al-Qassasi berkata dalam doa nya:

“Rabbid khilni fi lujjati bahri ahadiyyatika”
- Tuhanku, masukkanlah aku di dasar lautan ke-Esaan Zat-Mu

- Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Halaman: 48
----------------------------

* Dari buku: Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis)
Pengarang: Syekh M. Nafis Bin Idris Al Banjarie 1200 H
Alih bahasa: K.H. Haderanie H.N
Penerbit: CV. Nur Ilmu
Jalan Simolawang III/19 Surabaya
Telp: (031) 3769000 – 70993031
 

Tidak ada komentar: